Pemahaman Tenang Kewajiban Berjilbab
Sudah barang tentu
jilbab tidak sekedar trend agar pemakaianya tampak agamis, namun berjilbab bagi
wanita memang diwajibkan oleh agama Islam sehingga wanita muslimah wanita di
dalam rumah bersama pria yang bukan muhrimnya maka syara' telah mewajibkan
kepada wanita untuk berjilbab.
Busana jilbab yang
diwajibkan tersebut adalah memakai khimar/kerudung, jilbab/pakaian luar dan
tsaub/pakaian dalam. Jika bertemu dengan pria yang bukan mahromnya/keluar rumah
tanpa menggunakan jilbab tersebut meskipun sudah menutup aurat maka ia dianggap
telah berdosa karena telah melanggar dari syara'. Jadi pada saat itu wanita
Muslimah harus mengenakan tiga jenis pakaian sekaligus yaitu khimar/kerudung,
jilbab/pakaian luar dan tsaub/pakaian dalam.
Khimar (kerudung)
Perintah syara'
untuk mengenakan khimar bagi wanita yang telah baligh pada kehidupan umum
terdapat dalam QS An Nuur: 31. Kata juyuud dalam ayat tersebut merupakan bentuk
jamak dari kata jaibaun yang berarti kerah baju kurung. Oleh sebab itu yang
dimaksud ayat itu ''hendaklah wanita Mukminah menghamparkan penutup kepalanya di
atas leher dan dadanya agar leher dan dadanya tertutupi''.
Berkaitan dengan
ini Imam Ali Ash Shabuni dalam Kitab Tafsir Ayatil Ahkam berkata: ''Firman
Allah, hendaklah mereka mengulurkan kerudung mereka'' itu digunakan kata Adh
dharbu adalah mubalaghah dan di muta'adikannya dengan harf bi adalah memiliki
arti ''mempertemukan'', yaitu kerudung itu hendaknya terhampar sampai dada
supaya leher dan dada tidak tampak (juz 2: 237).
Wanita jahiliyah
berpakaian berlawanan dengan ajaran Islam. Mereka memakai kerudung tetapi
dilipat ke belakang/punggung dan bagian depannya menganga lebar sehingga bagian
telinga dan dada mereka nampak (lihat Asy Syaukani dalam Faidlul Qodir dan Imam
Al Qurtubi dalam Jaami'u lil Ahkam juz 12: 230). Di zaman jahiliyah apabila
mereka hendak keluar rumah untuk mempertontonkan diri di suatu arena mereka
memakai baju dan khimar (yang tidak sempurna) sehingga tiada bedanya antara
wanita merdeka dengan hamba sahaya (Muhammad Jalaluddin Al Qasimi dalam
Mahaasinut Ta'wil, juz 12:308).
Sumber : google.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar