Siapa yang tidak mengenal
pakaian yang namanya kaos ini, dan asal
kata kaos
adalah “shirt”. Kata imbuhan “T”, konon dikarenakan oleh bentuknya yang
menyerupai huruf “T”. Maka jadilah “T-shirt”. Kita
sering juga menyebut kaos ini dengan
kata “T-shirt”. Cukup banyak jenis dan model kaos ini dan yang banyak
digemari adalah “kaos oblong”. Kata kaos ini ternyata
mempunyai sejarah yang menarik untuk ditelusuri.
Pada awalnya kaos lebih berfungsi untuk pakaian dalam, diantaranya adalah kaos singlet dan kaos oblong, dan kaos oblong ini adalah pakaian yang tidak berkerah. Dulu benda ini yang tidak jelas siapa penemunya ini hanya dipakai sebagai pakaian dalam oleh kaum pria. Ketika itu warna dan bentuk kaos (modelnya) itu-itu melulu. Maksudnya, baju kaos itu berwarna putih, dan belum ada variasi ukuran, kerah dan lingkar lengan.
Konon T-shirt alias kaos oblong ini mulai dipopulerkan sewaktu dipakai oleh Marlon Brando pada tahun 1947, yaitu ketika ia memerankan dengan lakon “A Street Named Desire” karya Tenesse William di Broadway, AS. Kaos berwarna abu-abu yang dikenakannya begitu pas dan lekat di tubuh Brando, serta sesuai dengan karakter tokoh yang diperankannya. Pada waktu itu penontong langsung berdecak kagum dan terpaku dengah kaos yang dikenakan. Meski demikian, ada juga penonton yang protes, yang beranggapan bahwa pemakaian kaos oblong tersebut termasuk kurang ajar dan pemberontakan. Tak pelak, muncullah polemik seputar kaos oblong.
Sebagian orang pemakaian kaos dinilai kurang sopan, tetapi sebenarnya tidak bisa dinilai dari satu sudut padang saja karena kaos dapat dipakai dalam event atau kegiatan tertentu. Dan atas penilaian itulah muncul polemik bahwa penampilan marlon brando dianggap kurang sopan, namun kenyataannya penilaian itu tidak mendapat dukungan masyarakat luas dan justru busana kaos justru menjadi bagi kaum pria dan wanita baik muda maupun yang tua.
Mungkin, dikarenakan oleh maraknya polemik soal kaos dan mewabahnya demam kaos oblong di kalangan masyarakat, pada tahun 1961 sebuah organisasi yang menamakan dirinya “Underwear Institute” (Lembaga Baju Dalam) menuntut agar kaos oblong diakui sebagai baju sopan seperti halnya baju-baju lainnya. Mereka mengatakan, kaos oblong juga merupakan karya busana yang telah menjadi bagian budaya mode.
Pada awalnya kaos lebih berfungsi untuk pakaian dalam, diantaranya adalah kaos singlet dan kaos oblong, dan kaos oblong ini adalah pakaian yang tidak berkerah. Dulu benda ini yang tidak jelas siapa penemunya ini hanya dipakai sebagai pakaian dalam oleh kaum pria. Ketika itu warna dan bentuk kaos (modelnya) itu-itu melulu. Maksudnya, baju kaos itu berwarna putih, dan belum ada variasi ukuran, kerah dan lingkar lengan.
Konon T-shirt alias kaos oblong ini mulai dipopulerkan sewaktu dipakai oleh Marlon Brando pada tahun 1947, yaitu ketika ia memerankan dengan lakon “A Street Named Desire” karya Tenesse William di Broadway, AS. Kaos berwarna abu-abu yang dikenakannya begitu pas dan lekat di tubuh Brando, serta sesuai dengan karakter tokoh yang diperankannya. Pada waktu itu penontong langsung berdecak kagum dan terpaku dengah kaos yang dikenakan. Meski demikian, ada juga penonton yang protes, yang beranggapan bahwa pemakaian kaos oblong tersebut termasuk kurang ajar dan pemberontakan. Tak pelak, muncullah polemik seputar kaos oblong.
Sebagian orang pemakaian kaos dinilai kurang sopan, tetapi sebenarnya tidak bisa dinilai dari satu sudut padang saja karena kaos dapat dipakai dalam event atau kegiatan tertentu. Dan atas penilaian itulah muncul polemik bahwa penampilan marlon brando dianggap kurang sopan, namun kenyataannya penilaian itu tidak mendapat dukungan masyarakat luas dan justru busana kaos justru menjadi bagi kaum pria dan wanita baik muda maupun yang tua.
Mungkin, dikarenakan oleh maraknya polemik soal kaos dan mewabahnya demam kaos oblong di kalangan masyarakat, pada tahun 1961 sebuah organisasi yang menamakan dirinya “Underwear Institute” (Lembaga Baju Dalam) menuntut agar kaos oblong diakui sebagai baju sopan seperti halnya baju-baju lainnya. Mereka mengatakan, kaos oblong juga merupakan karya busana yang telah menjadi bagian budaya mode.
Demam
kaos oblong yang melumat seluruh benua Amerika dan Eropa pun terjadi sekita
tahun 1961 itu. Apalagi ketika aktor James Dean mengenakan kaos oblong dalam
film “Rebel Without A Cause”, sehingga eksistensi kaos oblong semakin kukuh
dalam kehidupan di sana.
Di
Indonesia, konon, masuknya benda ini karena dibawa oleh orang-orang Belnda.
Namun ketika itu perkembangannya tidak pesat, sebab benda ini mempunyai nilai
gengsi tingkat tinggi, dan di Indonesia teknologi pemintalannya belum maju.
Akibatnya benda ini termasuk barang mahal. Namun demikian dengan berkembangnya
peradaban, kaos oblong dan
kaos berkerah dijadikan mode dan dipakai oleh ormas, partai, tim sepak bola
bahkan seragam olah raga paguyuban ibu-ibu di sebuah instansi.
Nah sekarang kaos banyak di jual
dimana-mana dengan model dan kualitas yang beraneka ragam serta harga mulai
yang murah sampai yang termahal. Mahalnya harga kaos ini juga dipengaruhi
tempat penjualan kaos itu sendiri. Kaos yang dijual masal biasanya harganya
lebih murah jika dibandingkan penjualan kaos eceran. Di toko on line ini
menyediakan banyak model kaos dalam bervariasi model dan harga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar